Apa itu Khilafah?
Khilafah merupakan sistem pemerintahan dalam Islam yang digali dari sumber hukum Islam. Khilafah bertanggungjawab atas penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Khilafah memberlakukan aturan-aturan hukum pidana Islam dalam masalah peradilan, pemerintahan, ekonomi, sistem sosial, pendidikan, dan kebijakan luar negeri. Khilafah bertanggungjawab untuk menyampaikan dan mempropagandakan Islam ke seluruh dunia melalui kebijakan luar negerinya. Khilafah sangat berbeda dari model pemerintahan yang lain seperti demokrasi, teokrasi atau monarki.
Khilafah merupakan sistem pemerintahan dalam Islam yang digali dari sumber hukum Islam. Khilafah bertanggungjawab atas penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Khilafah memberlakukan aturan-aturan hukum pidana Islam dalam masalah peradilan, pemerintahan, ekonomi, sistem sosial, pendidikan, dan kebijakan luar negeri. Khilafah bertanggungjawab untuk menyampaikan dan mempropagandakan Islam ke seluruh dunia melalui kebijakan luar negerinya. Khilafah sangat berbeda dari model pemerintahan yang lain seperti demokrasi, teokrasi atau monarki.
Khilafah akan
melakukan rekonsiliasi antara seluruh umat Islam dan akan menghapus
segala bentuk kesukuan dan kebangsaan. Negara Khilafah bukan negara
untuk faksi atau kelompok orang tertentu. Khilafah akan memandang
seluruh warganegaranya, baik yang Muslim maupun yang non-Muslim, dengan
pandangan yang sama. Khilafah akan menerapkan Islam sesuai dengan
dalil-dalil terkuat dari sumber hukum Islam. Khilafah bukanlah negara
untuk etnis atau ras tertentu. Setiap orang, apakah dia Arab atau
non-Arab, putih atau hitam, memiliki kedudukan yang sama sebagai
warganegara. Meskipun Khilafah adalah Negara Islam akan tetapi Khilafah
tidak hanya mengurusi kaum Muslim, tetapi juga setiap orang yang
menyandang status warganegara Negara Islam, baik dia Muslim ataupun
non-Muslim. Saat mengurusi kepentingan warganegara yang non-Muslim,
Negara Islam berkewajiban memperlakukan mereka sebagai warganegara dan
bukan sebagai ‘etnis minoritas’.
Di mana Khilafah sekarang?
Saat ini Khilafah
tidak eksis. Khilafah terakhir di Turki diruntuhkan oleh Mustafa Kemal
setelah Perang Dunia I. Pada 24 Juli 1924, saat mengomentari keruntuhan
Khilafah, Lord Curzon, menteri luar negeri Inggris saat itu, mengatakan
kepada Majelis Rendah, ” … Turki (sebagai pusat Khilafah) telah mati dan
tidak akan pernah bangkit kembali karena kita telah menghancurkan
kekuatan moralnya, Khilafah dan Islam.”
Bagaimana dengan Arab Saudi, Iran, Pakistan dan Sudan?
Untuk bisa disebut
sebagai Negara Islam, setiap pasal dalam konstitusi negara, setiap
aturan dan perundang-undangan, harus berasal dari hukum Islam.
Negara-negara yang Anda sebutkan itu sama sekali tidak memenuhi kriteria
itu. Di negara-negara tersebut, hukum Islam hanya sekadar label sebagai
sumber legislasi negara tersebut, dengan segala bentuk legislasi
sekular dan adat istiadat yang ada, sementara konstitusi lebih condong
pada sistem demokrasi, sosialisme, kapitalisme dan semacamnya. Semua itu
adalah konsep-konsep yang tidak bersumber dari Islam dan berasal dari
filosofi dasar yang sangat berbeda. Karena itu, tidak bisa diklaim bahwa
setiap negara Muslim adalah representasi dari Islam dan sistem
pemerintahan Islam, yakni Khilafah Islamiyah.
Siapa yang akan menjadi penguasa dalam sistem Khilafah dan apakah ia akan memiliki akuntabilitas?
Khalifah memimpin
negara berdasarkan perintah Allah swt sebagaimana termaktub dalam
al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. Rakyat memilih dan menunjuk
Khalifah. Sebagai warganegara Negara Islam, baik pria maupun wanita,
Muslim ataupun non-Muslim, Anda bisa mendatangi Khalifah untuk alasan
apapun, entah mendorongnya agar takut kepada Allah swt atau meminta
hak-hak Anda dipenuhi. Rakyat wajib mengganti Khalifah jika ia
menerapkan sistem selain Islam.
Bagaimana Khilafah memperlakukan non-Muslim?
Seorang ulama
salaf, Imam Qarafi, mengatakan, “Menjadi tanggung jawab kaum Muslim
terhadap orang-orang Zhimmi [warganegara yang non-Muslim] untuk
memelihara mereka, memenuhi kebutuhan rakyat miskin, memberi makan
orang-orang yang kelaparan, menyediakan pakaian, menyapa mereka dengan
baik dan bahkan menoleransi kesalahan mereka meskipun datangnya dari
seorang tetangga, dan meskipun kaum Muslim berada pada posisi tangan di
atas [sebagai pemberi]. Kaum Muslim juga harus menasehati mereka dalam
urusan mereka dan melindungi mereka dari siapapun yang berusaha
menyakiti mereka atau keluarganya, mencuri harta mereka atau siapapun
yang melanggar hak-hak mereka.”
Banyak non-Muslim
yang pernah hidup dengan kaum Muslim di bawah naungan Islam selama
hampir tiga belas abad. Selama periode itu orang-orang non-Muslim
memiliki standar hidup yang sama. Mereka menikmati hak-hak,
kesejahteraan, kebahagiaan, ketentraman dan keamanan yang sama.
Bagaimana posisi wanita dalam Khilafah?
Dalam sistem
Khilafah, wanita memiliki peran aktif untuk membangun negara yang tidak
hanya memiliki karakter moral yang unggul, tetapi juga secara ekonomi
sejahtera dan maju secara teknologi. Khilafah wajib memberikan
pendidikan gratis kepada anak laki-laki dan perempuan pada tingkat dasar
dan menengah serta memberikan pendidikan gratis pada level pendidikan
tinggi untuk bidang-bidang tertentu seperti sains dan kesehatan. Ini
akan membuat wanita bisa menjalani profesi sebagai ahli kesehatan,
insinyur, sains, arsitektur, akademisi dan semacamnya. Wanita
diperbolehkan untuk berdagang, menginvestasikan harta, memiliki harta
sendiri, menjalankan usaha dan menjadi pegawai atau atasan. Wanita bisa,
misalnya, menduduki jabatan administratif dalam negara atau ditunjuk
menjadi hakim, menyewa properti dan melakukan transaksi sosial lainnya.
Selain itu, wanita akan menjalani peran vital sebagai istri dan ibu,
menciptakan kehidupan keluarga yang tentram, merawat anak-anak dan
keluarga dan membina generasi masa depan. Wanita memiliki peran politik
yang aktif dan juga punya suara politik yang kuat dalam mengingatkan
penguasa atas setiap bentuk ketidakadilan dan korupsi di masyarakat
serta memelihara kepentingan komunitasnya.
Bagaimana interaksi pria dan wanita dalam sistem Khilafah?
Pria dan wanita
berinteraksi dalam rangka memenuhi kebutuhan kehidupan publik mereka
tapi tetap dalam koridor sistem sosial Islam yang mengatur hubungan
antara pria dan wanita. Ini menciptakan lingkungan yang memfasilitasi
kerja sama lintas jender dan membuat mereka bisa memenuhi hak dan
kewajiban publik mereka tanpa mempengaruhi kondisi moral negara. Dengan
begitu kehormatan dan kesucian setiap orang akan terlindungi dan aspek
seksual dari hubungan pria dan wanita terbatas pada pernikahan.
Misalnya, Islam telah menentukan pakaian publik khusus untuk wanita
Muslimah serta mewajibkan mereka untuk menyembunyikan kecantikan mereka
dari hadapan kaum pria yang bukan mahramnya dan Islam juga melarang pria
dan wanita berkhalwat. Islam melarang hubungan yang bebas antara pria
dan wanita yang tidak punya hubungan darah, serta segala bentuk
perbuatan yang bisa menjurus pada perzinaan. Wanita memiliki kedudukan
terhormat dalam sistem Khilafah dan karena itu tidak akan ada tindakan
apapun yang diperbolehkan untuk mengkompromikan masalah ini.
Mengapa wanita tidak bisa menjadi penguasa dalam sistem Khilafah?
Konsep ini
bersumber dari dalil-dalil Islam yang melarang wanita memegang jabatan
kekuasaan. Orang-orang yang gagal mengkaji Islam secara mendalam
mengklaim bahwa ini terjadi karena Islam memandang wanita secara fisik
tidak mampu memangku jabatan tersebut dan karena itu mereka menganggap
Islam mendiskriminasikan wanita. Islam tidak memberikan alasan spesifik
tentang hal ini. Islam hanya melarang posisi-posisi tersebut untuk
diemban oleh wanita.
Kekuasaan dalam
Islam bukanlah posisi yang bergengsi, melainkan jabatan yang mengandung
tanggung jawab. Dalam Islam, kedudukan sesorang tidak ditakar dari
jabatan atau tanggung jawabnya, tetapi dari bagaimana ia memenuhi segala
kewajibannya. Karena itu, seorang penguasa tidak otomatis lebih
superior ketimbang seorang ibu. Masing-masing memiliki kewajiban yang
harus dipenuhi untuk menjamin kemakmuran masyarakat.
Di dalam Khilafah,
wanita boleh memilih penguasa. Secara historis, bahkan wanita turut
hadir dalam delegasi pertama yang memberikan bai’at kepada Nabi Muhammad
saw, menerimanya sebagai pemimpin pertama Negara Islam. Wanita boleh
masuk ke dalam Majelis Ummah yang memberikan nasehat kepada penguasa
dalam beragam urusan. Wanita wajib terlibat dalam kehidupan politik
masyarakat Islam dan mengingatkan penguasa jika mereka melihat adanya
korupsi atau ketidakadilan yang dilakukan oleh negara. Wanita juga bisa
dipilih menjadi pejabat negara untuk posisi-posisi yang non-kekuasaan.
Akankah Khilafah menerima inovasi ilmiah dan teknologi?
Ketika Islam datang
untuk pertama kalinya sebagai sistem kehidupan, Nabi Muhammad saw
mengirim beberapa orang Muslim dalam misi khusus ke Syam (wilayah yang
kini menjadi Suriah, Yordania, dan Palestina). Pada saat itu Syam tidak
diperintah oleh sistem Islam dan justru dikuasai oleh negara adikuasa
saat itu, Romawi, yang notabene Kristen. Orang-orang Romawi sangat
terampil dalam teknologi militer dan telah mengembangkan dua alat
pelontar (cikal bakal meriam). Kaum Muslim juga memperoleh teknologi
parit dari negara adikuasa kedua saat itu, Persia,
melalui Salman al-Farisi dan teknologi itu dimanfaatkan pada saat
Perang Khandaq. Ini diperbolehkan dalam Islam karena kaum Muslim tidak
mengambil sistem hidup dari Romawi dan Persia. Kaum Muslim tidak mengambil keyakinan, nilai dan sistem kehidupan Romawi dan Persia.
Kaum Muslim hanya mengambil teknologi mereka, yang secara faktual tidak
berasal dari keyakinan tertentu dan karena itu terbuka bagi seluruh
umat manusia untuk menemukannya, dengan seizin Allah swt. Muhammad saw
memberikan teladan bahwa mengadopsi teknologi adalah sesuatu yang
diperbolehkan dalam Islam, tapi dengan catatan bahwa teknologi itu hanya
boleh dimanfaatkan untuk sesuatu yang diperbolehkan menurut hukum
Islam. Maka, pisau bedah boleh digunakan untuk menyembuhkan, tapi tidak
untuk melakukan aborsi terhadap bayi yang tak berdosa. Televisi,
internet dan DVD bisa dimanfaatkan untuk mempropagandakan kebenaran atau
untuk tujuan-tujuan pendidikan, tetapi tidak boleh digunakan untuk
mengeksploitasi wanita sebagai objek materi.
Apakah Khilafah sistem monarki?
Sistem monarki
bukanlah sistem Islam dan Islam tidak memperbolehkannya, entah raja yang
hanya menjadi simbol tapi tak berkuasa, seperti dalam kasus Inggris dan
Spanyol, karena Khalifah bukanlah simbol. Khalifah adalah penguasa dan
pelaksana hukum-hukum Allah swt yang bertindak untuk kepentingan umat;
Demikian pula jika raja menjadi kepala negara dan penguasa sekaligus,
seperti dalam kasus Arab Saudi dan Yordania. Ini karena Khalifah tidak
mengenal sistem pewarisan kekuasaan seperti yang terjadi dalam sistem
monarki. Khalifah dipilih dan diberi bai’at. Islam tidak memperkenankan
sistem pewarisan. Khalifah tidak memiliki hak-hak istimewa dibandingkan
warganegara yang lain dan Khalifah tidak berkedudukan di atas hukum
seperti halnya raja yang kebal hukum. Khalifah tunduk pada hukum Allah
swt dan bisa dimintai pertanggungjawaban atas segala tindakan yang
dilakukannya.
Apakah Khilafah sistem yang imperialis?
Wilayah-wilayah
yang diperintah oleh Islam – meskipun terdiri atas beragam ras dan
terhubung ke satu tempat yang menjadi sentralnya – tidak diperintah
berdasarkan sistem imperialis, tetapi oleh sistem yang sangat
bertentangan dengan sistem imperialis. Sistem imperialis tidak
memperlakukan kelompok-kelompok ras secara setara, tetapi memberikan hak
istimewa dalam pemerintahan, keuangan dan ekonomi kepada ras tertentu.
Sistem pemerintahan
Islam memberikan kesetaraan antara rakyat di seluruh wilayah negara.
Setiap non-Muslim yang menjadi warganegara memiliki hak dan kewajiban
yang sama dengan warganegara yang Muslim. Mereka memperoleh keadilan
yang sama dan mereka juga tunduk pada hukum yang sama. Selain itu,
setiap warganegara, tanpa memandang keyakinannya, memiliki hak-hak yang
bahkan tidak dimiliki oleh seorang Muslim di luar negeri yang tidak
memiliki status warganegara. Dengan konsep kesetaraan seperti ini,
sistem Islam sangat berbeda dengan sistem imperial. Sistem Islam tidak
membeda-bedakan wilayahnya menjadi wilayah koloni, wilayah eksploitasi,
atau wilayah sumber kekayaan yang diperas untuk kepentingan pusat.
Khilafah memandang semua wilayah secara adil, tidak peduli betapa jauh
jarak wilayah itu, dan tidak jadi soal betapa berbedanya ras di sana.
Khilafah menganggap setiap jengkal wilayah sebagai bagian integral dari
negara dan warganegara di setiap wilayah itu memiliki hak yang sama
dengan warganegara yang ada di wilayah pusat kekuasaan. Khilafah juga
menjadikan otoritas kekuasaan, sistem dan perundang-undangannya berlaku
sama di seluruh wilayah.
0 komentar:
Posting Komentar